Masyarakat dari jemaat gereja Katolik, Monemani, Distrik Dogiyai, membawa sumbangan bahan makanan tradisional berupa sejumlah babi, ayam, sayur mayur, nota (ubi) dan perlengkapan bakar batu seperti kayu dan daun pisang, pada Senin (19/10/2015) di Gereja Kingmi Jemaat Kalvari, Digikotu, Dogiyai. Tradisi saling menyumbang makanan sudah bertahun-tahun dilakukan masyarakat Mee dalam kegiatan besar keagamaan dan adat - Jubi/Yuliana Lantipo
Ketua Sinode Pdt. Benny Giay menyampaikan hal tersebut kepada peserta pada Konferensi Sinode dalam sesi penyampaian Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) BPP Sinode periode 2009-2015, di Aula serbaguna Klasis Kamu Barat, Jemaat Golgota Digikotu, Dogiyai, Kamis (22/10/2015). Ia mengatakan, sebagai pemilik negeri sudah sepatutnya gereja yang berbasis jemaat dari wilayah pegunungan di Bumi Cenderawasih ini memiliki tanah bersertifikat ditengah-tengah pengaruh luar yang sedang merampas dan memperdaya apa yang disebutnya sebagai “mama dan pemberi kehidupan.” Adat masyarakat pegunungan di Tanah Papua melihat tanah sebagai mama dan pemberi kehidupan, dan dengan tanah harkat seseorang disanjung. “Kalau kita pemilik negeri, kita harus punya tanah, perlu ada budaya. Kami punya adat, menurut orang gunung, tanah harus ada karena kehidupan ada disitu, tanah itu mama yang beri kehidupan,” kata pendeta Giay kepada Jubi.
Program kedua adalah pengembangan bidang pendidikan. Pengembangan dimaksud dilakukan pada peningkatan status perguruan tinggi milik Kingmi, Sekolah Tinggi Teologi Walter Post Jayapura dan program beasiswa bagi calon-calon pendeta.
Pdt. Giay mengatakan dengan memiliki pendidikan yang baik, berpikir terbuka dan kritis, para pelayan Tuhan dapat membawa lembaga gereja dan umat ke arah yang lebih baik. Menurutnya, hal-hal yang harus dilawan bukan hanya dari luar lembaga saja namun juga diperlukan intropeksi kedalam lembaga gereja tersebut dan tradisi keagamaan yang bertahun-tahun telah diadopsi dari pihak luar.
“Melalui pendidikan , orang harus berpikir kritis terhadap tradisi sendiri, dalam arti mana yang bisa kita jaga menjadi energi dan mana yang kitong harus lawan. Jadi orang mestinya tidak boleh menyalahkan dari luar terus kemudian terus membenarkan yang kita punya…ah, itu juga tidak benar. Dalam kita juga ada hal-hal yang rusak, pikiran-pikiran yang memutlakan dirinya, orangnya, pekerjaanya sendiri yang benar, laki-laki sendiri yang benar, ini kan kurang ajar semua,” ucap pendeta yang mengambil gelar doktornya di Belanda.
“Kita hanya gereja besar, bicara besar, kasi makan ribuan orang, bikin pesta besar, tapi setelah pulang tidak ada tanah. Kedua itu pendidikan, gereja harus bisa tampil dimuka dunia. Jadi, dua itu kami punya prioritas.”
Pembantu Ketua III Bidang Kemahasiswaan yang juga Ketua Tim Akreditasi STT WPJ, Dominggus Pigai, mengatakan sekolah teologi yang berdiri tahun 1986 itu telah memperoleh gelar “Terakreditasi” dari sebelumnya “Diakui”.
Konferensi Sinode Ke-X Gereja Kingmi sedang berlangsung, mulai 19-24 Oktober 2015 di Dogiyai, dengan dihadiri sekitar 3.000 peserta dari 12 Koordinator dan 82 Klasis dari seluruh Tanah Papua. Puncak acara akan ditandai dengan pemilihan ketua Sinode baru periode 2015-2020. (Yuliana Lantipo)
Click Source:http://tabloidjubi.com
No comments:
Post a Comment